Minggu, 28 Februari 2016

Ekonom: Rupiah akan Bertahan di Kisaran Rp 13.500 per Dolar AS

 Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta.
Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonom dari Kenta Institute, Eric Sugandi memperkirakan, pada akhir tahun ini Rupiah akan menguat di kisaran Rp 13.500 per dolar AS. Hal ini merupakan dampak dari adanya capital inflows yang masuk ke Indonesia.
"Akan positif untuk rupiah. Kami baru revisi forecast rupiah. Kami perkirakan rupiah di 13,500 di akhir tahun 2016," kata Eric Sugandi pada Republika.co,id, Ahad (28/2).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Rupiah menguat ke Rp 13.400 per dolar AS pada pekan lalu. Eric mencermati, pada tahun ini akan ada arus capital inflow (aliran dana yang masuk ke negara-negara emerging markets atau negara-negara berkembang. Penguatan ini akan terus terjadi seiring dengan adanya aliran dana yang masuk ke Indonesia.
"Saya melihat akan ada arus capital inflow ke negara-negara emerging markets tahun ini walau tidak deras. Diantaranya karena suku bunga negatif di jepang dan berlanjutnya quantitative easing di Eropa,"jelas Eric.
Sementara itu, kata Eric, setelah terjadi aliran deras capital outflows dari emerging markets ke US menjelang kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Fund Rate tahun lalu, tahun ini investor dari AS mulai melakukan investasi portofolio dan penanaman modal asing ke emerging markets secara bertahap.
"Ini yang membuat rupiah positif di tahun ini," katanya.
Rep: c37/ Red: Nidia Zuraya
Republika/Agung Supriyanto 
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/02/28/o38wjl383-ekonom-rupiah-akan-bertahan-di-kisaran-rp-13500-per-dolar-as

Siap Lawan Ahok, Yusril Maju Pilkada DKI Jakarta

Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PBB, Yusril Izha Mahendra ikut meramaikan bursa calon Gubernur DKI Jakarta. Keputusan tersebut diambil setelah ia merasa mendapatkan banyak dukungan, termasuk dari tim Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok).

Ia menceritakan, ide untuk maju dalam pilgub DKI 2017 muncul setelah kemenangan kakak Yusril, Yuslih Ihza Mahendra, di Pilkada Belitung Timur. Yuslih berhasil mengungguli pejawat yakni Basuri Tjahaja Purnama, yang merupakan adik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

"Ya ide agar saya maju Gubernur DKI ini pertama kali datang dari tim Ahok sendiri setelah adiknya dikalahkan saudara saya dalam Pilbup Kabupaten Belitung Timur, dan kemudian berkembang jadi wacana publik," katanya, Kamis (4/2).

Yusril mengatakan ia hanya menyambut ide tersebut. Apalagi ide tersebut pun mendapatkan banyak dukungan. Ia pun mengaku sudah mulai menggalang tanda tangan agar bisa maju sebagai calon independen.

"Saya katakan ke teman-teman kalau saya didukung maju, saya mau head to head sehingga rakyat bisa fokus menentukan pilihan tanpa terpecah. Persis seperti pilpres yang lalu antara Jokowi vs prabowo," katanya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Antara/Wahyu Putro A
 Sumber: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/02/04/o20whn335-siap-lawan-ahok-yusril-maju-pilkada-dki-jakarta

Yusril: Presiden Harus Perbaiki Cara Memimpin Kabinet

Yusril Ihza Mahendra  

Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan  Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus memperbaiki cara memimpin kabinet. Hal tersebut agar target dan program pemerintah bisa tercapai.

"Presiden harus mampu memperbaiki caranya mempimpin kabinet. Harus jelas arahan seperti apa arahan dan target program pemerintah yang ingin dicapai," tegasnya, Kamis (4/2).

Terkait kemungkinan adanya reshuffle kabinet, mantan Menkumham itu menegaskan bahwa hal tersebut adalah hak prerogratif presiden. Ia mengatakan presiden yang mempunyai hak sepenuhnya dalam memilih siapa-siapa yang akan ditunjuk menjadi menteri baik dari kalangan Parpol maupun non Parpol.

"Presiden berhak lakukan perombakan kabinet, sesuai dengan hak prerogatifnya. Namun, perlu diingat susunan kabinet yang baru harus bisa memberi solusi bagi persoalan bangsa hingga pemerintahan Jokowi berakhir pada 2019. Terkait peta koalisi yang semakin gemuk pun tidak menjadi soal," tambahnya..

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwaperombakan menteri dalam kabinet adalah hak prerogatifnya dan tidak ada satu orang pun yang bisa memaksanya.

Hal itu disampaikan  Jokowi dalam akun Instagramnya, pada Ahad (3/1) lalu. Jokowi menegaskan tidak ada yang bisa mendikte dan mengintimidasinya dalam melakukan perombakan kabinet.

Rep: C36/ Red: Bayu Hermawan
Antara/Wahyu Putro A

UU TAPERA Memberi Jaminan Memiliki Rumah

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah menunggu sekian lama, akhirnya rancangan undang-undang tentang tabungan perumahan rakyat (Tapera) secara resmi sah menjadi Undang-Undang tentang Tapera dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (23/2).
Bahkan, RUU ini telah dibahas para anggota DPR periode 2009-2014. Undang-undang ini menjadi cikal bakal terpenuhinya kebutuhan rumah bagi seluruh warga negara Indonesia. Fraksi PKS menyetujui hasil pembahasan tingkat II itu dengan mempertimbangkan beberapa alasan.
Sigit Sosiantomo dari Fraksi PKS mengatakan UU Tapera harus sinergi dengan program Sejuta Rumah dan program kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR/FLPP).
Program Sejuta Rumah ditujukan mewujudkan kebutuhan akan hunian, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yaitu masyarakat berpenghasilan Rp2,5 juta per bulan hingga Rp4 juta per bulan.
Hal itu dengan harapan untuk mengurangi  backlog rumah yang mencapai 13,5 juta unit. Adapun FLPP dengan dana Rp25 triliun berasal dari bendahara umum negara memberikan uang muka sebesar 1% dan suku bunga pinjaman  5% hingga 20 tahun. Namun, program FLPP ini khusus ditujukan untuk rumah susun saja.
Selanjutnya, diharapkan realisasi pembangunan rumah bagi peserta Tapera dalam UU Tapera ini diprioritaskan bagi peserta yang sama sekali belum memiliki rumah, dengan kata lain untuk rumah pertama saja. (Humas Fraksi PKS)

Fatkhul Maskur
Sumber :  http://info.bisnis.com/read/20160228/285/523198/uu-tapera-memberi-jaminan-memiliki-rumah

Polri Akan Gelar Operasi Simpatik Lalu Lintas Selama 21 Hari

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal membenarkan informasi akan adanya pelaksanaan Operasi Simpatik Lalu Lintas di Jakarta, mulai pada 1 Maret 2016 nanti. “Iya itu benar,” kata Iqbal kepada Tempo saat dihubungi pada Sabtu 27 Februari 2016.

Namun Iqbal mengatakan kapasitasnya hanya untuk wilayah Jakarta saja, karena program ini akan dilakukan serentak di seluruh wilayah Indonesia. Namun Iqbal belum mengetahui jumlah personil yang akan dikerahkan dalam operasi ini.

Operasi Simpatik yang akan digelar Polri dan TNI seluruh Indonesia secara serentak itu dimulai sejak tanggal 1 Maret 2016 sampai dengan 21 Maret 2016.
 
Polri Akan Gelar Operasi Simpatik Lalu Lintas Selama 21 Hari
Satuan Wilayah Polisi Lalulintas Jakarta Timur bersama Batalyon Zeni Konstruksi (Yonzikon) 11 Menzikon melakukan razia lawan arus di depan Komplek Perumahan Berlan, Matraman, Jakarta, 10 Februari 2016. Sejumlah pengendara terkena razia dengan sejumlah pelanggaran lalulintas. TEMPO/Subekti. 
 
Sasaran operasi ini adalah kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor baik roda dua, roda empat dan lebih, seperti SIM, STNK, helm sesuai SNI, spion, knalpot sesuai standar, ban standar, dan spektek sepeda motor yang tak sesuai aturan.

Masyarakat juga dihimbau untuk tertib dalam berkendara, melengkapi surat-surat kendaraannya, dan juga mematuhi aturan-aturan lalu lintas saat berkendara di jalan raya.

Sumber : https://m.tempo.co/read/news/2016/02/27/063748878/polri-akan-gelar-operasi-simpatik-lalu-lintas-selama-21-hari

Tips Memilih Apartemen Yang Baik

Tips Memilih Apartemen Yang Baik ~ Saat ini memilih apartemen sebagai tempat tinggal khususnya di tengah perkotaan telah merupakan gaya hidup untuk sebagian orang, hal ini juga dipengaruhi karena untuk membangun perumahan di kota besar sudah sangat sulit karena keterbatasan lahan.
Sebagai solusi untuk banyak orang dalam memilih tempat tinggal maka tak sedikit di antara mereka yang lebih memilih aparteman. Memilih apartemen di nilai menjadi pilihan tepat karena lokasi apartemen biasanya berada di lokasi yang strategis sehingga lebih memudahkan mereka menjangkau berbagai tempat-tempat penting seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat rekreasi, fasilitas yang serba tersedia di dalam apartemen dan lain sebagainya.
Nah, jika anda juga berencana untuk membeli apartemen sebagai tempat tinggal anda, dibawah ini akan di berikan beberapa tips untuk memilih apartemen.
1. Pilih Lokasi apartemen yang strategis
Memilih aparetemen di lokasi yang berdekatan dengan aktivitas adalah pilihan yang tepat untuk memudahkan anda menjangkau dari tempat tinggal anda sehingga akan lebih hemat waktu dan flexibel.
2. Harga
Memilih apartemen harus sesuai antara harga dengan kemampuan finansial anda, untuk itu sesuaikanlah harga apartemen yang akan anda pilih dengan budget anda dan ketahui juga pengeluaran yang harus anda bayarkan setiap bulannya jika anda membeli apartemen tersebut, sehingga anda dapat mengatahui kondisi financial anda jika sudah tinggal di apertemen.
3. Fasilitas
Tips Memilih Apartemen Yang Baik
Berikutnya perhatikan juga fasilitas yang tersedia di lingkungan apartemen seperti tersedianya swimming pool, adanya tempat jogging, fitness dan lain sebagainya. Nah jika kebetulan juga anda suka dengan renang atau jogging tentu saja tinggal di apartemen dengan fasilitas tersebut akan memberikan kemudahan dan kepuasan tersendiri bagi anda.
4. Ukuran Apartemen
Untuk ukuran apartemen, pilihlah sesuai dengan kebutuhan anda. Jika anda sudah berkeluarga memilih ukuran yang lebih luas dengan 2 kamar atau lebih menjadi pilihan yang tepat bagi keluarga anda. Namun semakin luas ukuran dari sebuah aparteman, harganya juga akan semakin mahal, untuk itu pilihlah sesuai dengan kebutuhaan dan juga sesuai dengan kemampuan financial anda.
5. View Apartemen
View apartemen bagi sebagian orang menjadi pertimbangan penting. Seperti view apartemen yang langsung berhadapan dengan view laut, atau pemandangan menarik lainnya.  View yang menarik tentu saja akan memberikan kepuasan tersendiri bagi anda yang memilih tinggal di apartemen.
6. Cek tata ruang
Dalam memilih apartemen yang baik, maka sebelumnya anda bisa cek terlebih dahulu tata ruang dari apartemen tersebut seperti apakah apartemen tersebut mempunyai sirkulasi yang bagus, supply air yang lancar dan periksa juga apakah di dalam apartemen terlalu lembab dan sebagainya.
7. Memilih apartemen dari depelover yang mempunyai track record yang baik
Sebelum membeli apartemen, sebaiknya pilihlah apartemen dari depelover yang mempunyai track record yang baik. Untuk memeriksa depelover apakah mempunyai track record yang baik atau buruk, anda boleh memriksa apartemen atau properti yang pernah mereka bangun. Ketahui apakah konsumen mereka banyak yang melakukan komplain atau konsumen mereka merasa puas dengan produk dan layanan yang mereka buat.
Demikian dulu artikel untuk Tips Memilih Apartemen Yang Baik jika anda masih memiliki tips penting lainnya untuk memilih apartemen silahkan tambahkan di kolom komentar di bawah ini.

Sumber : http://www.usahaproperti.com/tips-memilih-apartemen-yang-baik/

Tips Membeli Apartemen Untuk Investasi

Investasi apartemen berbeda dengan properti perumahan, dimana jika anda membeli properti rumah maka tanah dari rumah yang anda beli biasanya akan naik dari waktu ke waktu sementara itu nilai bangunan akan menyusut juga seiring dengan usia bangunan yang terus bertambah.
Sementara itu beda halnya dengan properti apartemen, nilai yang paling diharapkan biasanya adalah dari bangunannya. Untuk itu agar investasi properti apartemen lebih menguntungkan, ada beberapa faktor kunci yang perlu di pertimbangkan seperti di jelaskan berikut ini.
1. Beli apartemen di lokasi yang prestisius
Hampir sama dengan investasi properti lainnya, masalah lokasi sering kali menjadi pertimbangan pertama. Oleh sebab itu dalam berinvestasi di apartemen sebaiknya pilihlah lokasi premium yang strategis dan terletak di pusat-pusat bisnis dan juga berdekatan dengan lokasi penting lainnya.
Dengan demikian potensi kenaikan harga apartemen yang anda beli akan semakin tinggi dari waktu ke waktu, dan jika anda juga berencana untuk menyewakannya pada orang lain maka sudah pasti harga sewa aparteman anda akan jauh lebih tinggi sehingga ROI ( Return Of Investment) anda semakin cepat
2. Beli apartemen sedini mungkin
Waktu pembelian apartemen sangat penting di perhatikan, semakin awal anda membeli maka harganya juga biasanya akan semakin murah. Beda halnya jika anda membeli pada saat apartemen tersebut sudah hampir selesai atau sudah selesai dan launcing tentu harganya sudah jauh lebih mahal dari sebelumnya.
Untuk itu sebaiknya belilah apartemen sedini mungkin atau sebelum apartemen tersebut selesai, untuk mendapatkan informasi lebih lengkap anda boleh bekerja sama dengan pengembang apartemen, atau private investor lainnya dengan cara datang lebih awal.
3. Perhatikan fasilitas
Berikutnya fasilitas apartemen penting untuk di pertimbangkan, dan sebaiknya belilah apartemen dengan fasilitas yang mampu memberikan kemudahan, fleksibilitas dan kepuasan bagi konsumen.
Saat anda berinvestasi di apartemen, fasilitas menjadi faktor penting khususnya jika anda menyewakan apartemen anda pada orang lain. Dengan tersedianya berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan yang sangat dekat, tersedianya fasilitas fitnes, swimming pool dan view yang indah akan memberikan kepuasan tersendiri bagi orang yang bertempat tinggal di apartemen anda.
Sekian dulu artikel Tips Membeli Apartemen Untuk Investasi semoga bermanfaat untuk anda khususnya bagi anda yang sedang berencana membeli apartemen untuk tujuan investasi, jika anda masih memiliki tips penting lainnya silahkan tambahkan di kolom komentar.

Investasi Apartemen Lebih Menguntungkan Ketimbang Deposito? Ini Matematikanya

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam merencanakan keuangan, apalagi untuk jangka panjang, orang-orang seringkali memilih investasi. Di Indonesia, jenis atau bentuk investasi bisa bermacam-macam, antara lain tabungan, saham, asuransi, dan reksadana.

Selain itu, terdapat juga investasi berupa deposito dan properti. Dari kedua jenis investasi ini, menurut Corporate Secretary PT Integrated Marketing Services (IMS) Group Muljadi Suhardi, sektor properti, khususnya apartemen, yang paling menjanjikan sebagai instrumen investasi. 
"Dulu orang memilih deposito karena menganggap properti tidak aman. Mereka takut saat disewakan, apartemen malah rusak dan pemilik harus bayar perbaikannya," ujar pria yang biasa disapa Kokon ini kepada Kompas.com, Senin (2/3/2015).

Kokon melanjutkan, zaman sekarang, pemilik bisa mengecek apakah barang-barang dan kondisi apartemen sesuai saat pertama kali diterima oleh penyewa. Ia mengatakan, bahkan ada pemilik yang memfoto perabotan mulai dari furnitur sampai handel pintu untuk memastikan kondisi apartemen tersebut.

"Sekarang juga saat penyewa bayar, ada biaya deposit kerusakan. Kalau tidak ada yang rusak, uang itu dikembalikan," jelas Kokon.

Nilai properti terus naik

Menurut perhitungannya, nilai investasi apartemen juga lebih tinggi dibandingkan deposito. Kokon mencontohkan nilai investasi apartemen dan deposito masing-masing Rp 400 juta.

Jika deposito Rp 400 juta ditambah bunga satu tahun 8 persen atau Rp 32 juta, total yang didapat dalam setahun adalah Rp 432 juta.

Maka, bila dihitung selama 15 tahun, yaitu 15 dikali 8 persen bunga kemudian dikali Rp 400 juta, akan didapat Rp 480 juta. Deposito, tidak dihitung biaya admin dan pajak. Selain itu, suku bunga deposito biasanya turun.

Hal ini berbanding terbalik dengan apartemen. Kokon menuturkan, kenaikan bahan bangunan dan tanah per tahunnya saja sudah 20 persen. Dalam 15 tahun, kenaikan bisa mencapai 300 persen. Maka, keuntungan apartemen dari sisi kenaikan bahan bangunan dan tanah, akan senilai Rp 1,2 miliar.

"Dapat disimpulkan, nilai deposito tahun ke 15 tetap Rp 400 juta, sementara nilai properti Rp 1,2 miliar. Kalau disewakan, lebih untung lagi," sebut Kokon.

Berdasarkan perhitungan dia, nilai sewa bisa naik Rp 5 juta per tahun. Sementara jika nilai sewa adalah 40 persen dari nilai beli, maka total pendapatan dari menyewakan apartemen selama 15 tahun adalah Rp 1,125 miliar.

Dengan catatan, tambah dia, serah terima apartemen rata-rata 24 bulan. Pada masa pembangunan, artinya apartemen tidak dapat disewakan. Dengan demikian, kerugian nilai selama pembangunan di tahun pertama dan kedua adalah Rp 85 juta. Kemudian, dikurangi dekorasi dan interior rata-rata Rp 50 juta.

"Tahun ketiga, pada enam bulan pertama biasanya belum bisa disewakan karena pemasangan interior dan mencari penyewa. Maka, total kerugian Rp 25 juta," imbuh Kokon.

Ada pun total kerugian dari nilai sewa yang seharusnya bisa didapatkan, tambah dia, adalah Rp 160 juta. Tambahan lainnya, adalah penggantian interior setiap lima tahun sesuai dengan harga bahan bangunan yang naik 100 persen. Artinya, interior pada tahun ke delapan adalah Rp 100 juta.

Kokon melanjutkan, enam bulan berikutnya apartemen tidak dapat disewakan karena renovasi dan mencari penyewa baru. Sehingga, kerugian dari nilai sewa tahun ketiga, mencapai Rp 37,5 juta. Maka, total kerugian dari penggantian interior dan nilai sewa adalah Rp 137,5 juta.

"Pada tahun ke 13, harus renovasi lagi, kerugian mencapai Rp 50 juta. Dengan asumsi, interior juga naik menjadi Rp 200 juta," jelas Kokon.

Oleh sebab itu, menurut dia, total kerugian dari tahun pertama hingga tahun ke-15, sejumlah Rp 497,5 juta. Dari keuntungan senilai Rp 1,125 miliar, dikurangi kerugian Rp 497,5 juta, maka keuntungan bersih menjadi Rp 627,5 juta.
Penulis : Arimbi Ramadhiani
Editor : Hilda B Alexander 
Sumber : http://properti.kompas.com/read/2015/03/03/120000421/Investasi.Apartemen.Lebih.Menguntungkan.Ketimbang.Deposito.Ini.Matematikanya

Jumat, 26 Februari 2016

MK: Penetapan Tersangka Masuk Lingkup Praperadilan

MK: Penetapan Tersangka Masuk Lingkup Praperadilan

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia Bachtiar Abdul Fatah.
“Mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Selasa (28/4). Putusan tersebut menegaskan ketentuan praperadilan yang tertuang dalam Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan Konstitusi sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Adapun Pasal 77 huruf a KUHAP menyatakan:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Menurut Mahkamah, KUHAP tidak memiliki check and balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena tidak adanya mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti. “Hukum Acara Pidana Indonesia belum menerapkan prinsip due process of law secara utuh karena tindakan aparat penegak hukum dalam mencari dan menemukan alat bukti tidak dapat dilakukan pengujian keabsahan perolehannya,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan Pertimbangan Hukum.
Hakikat keberadaan pranata praperadilan, lanjut Mahkamah, adalah bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakan hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia. Namun dalam perjalanannya, lembaga praperadilan tidak mampu menjawab permasalahan yang ada dalam proses pra-ajudikasi. “Fungsi pengawasan pranata praperadilan hanya bersifat post facto dan pengujiannya hanya bersifat formal yang mengedepankan unsur objektif, sedangkan unsur subjektif tidak dapat diawasi pengadilan,” imbuhnya.
Pengajuan praperadilan dalam hal penetapan tersangka dibatasi secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP. Padahal, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang. “Mahkamah berpendapat, dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum,” tegas Anwar.
Dua Alat Bukti
Selain itu, dalam putusan perkara nomor 21/PUU-XII/2014 Mahkamah menyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
Ketentuan dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Satu-satunya pasal yang menentukan batas minimum bukti adalah dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan, “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti ... dst”.
Oleh karena itu, pemaknaan “minimal dua alat bukti” dinilai Mahkamah merupakan perwujudan asas due process of law untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana. Sebagai hukum formil dalam proses peradilan pidana di Indonesia, masih terdapat beberapa frasa dalam KUHAP yang memerlukan penjelasan agar terpenuhi asas lex certa serta asas lex stricta agar melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyelidik maupun penyidik.
 “Dengan demikian, seorang penyidik di dalam menentukan ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang,” tegas Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Dissenting Opinion
Terhadap putusan tersebut, tiga orang hakim, yakni Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Aswanto, dan Muhammad Alim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Palguna, Mahkamah seharusnya menolak permohonan Pemohon terkait dengan tidak masuknya penetapan tersangka dalam lingkup praperadilan lantaran hal tersebut tidak bertentangan dengan Konstitusi. Berpegang pada International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), Palguna menilai tidak memasukkan penetapan tersangka ke dalam ruang lingkup praperadilan bukan merupakan perbuatan yang dapat dipersalahkan menurut hukum internasional yang dapat dijadikan dasar untuk menuntut adanya tanggung jawab negara (state responsibility). 
Adapun Hakim Konstitusi Muhammad Alim menilai, jika dalam kasus konkret penyidik ternyata menyalahgunakan kewenangannya, misalnya secara subjektif menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa mengumpulkan bukti, hal tersebut bukan menjadi kewenangan Mahkamah. Pasalnya, hal semacam itu merupakan penerapan hukum. Penilaian atas penerapan hukum adalah kewenangan institusi lain, bukan kewenangan Mahkamah.
Sedangkan Hakim Konstitusi Aswanto berpendapat tidak dimasukannya penetapan tersangka dalam ruang lingkup praperadilan merupakan wewenang pembentuk undang-undang untuk merevisinya. Tidak dimasukannya ketentuan tersebut tidak serta merta menjadikan Pasal 77 huruf a bertentangan dengan Konstitusi.
Sebelumnya, Bachtiar mengajukan pengujian undang-undang terkait ketentuan tentang penyidikan, proses penahanan, dan pemeriksaan perkara dalam KUHAP. Diwakili Kuasa Hukum Pemohon Maqdir Ismail, Pemohon menguji Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) Pasal 77 huruf a, Pasal 156 ayat (2) KUHAP. Pasal-pasal tersebut dianggap telah diberlakukan dalam proses pemidanaan kepada Pemohon yang telah ditetapkan sebagai tersangka, penangkapan, dan penahanan Pemohon dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut. Sedangkan, Pasal 77 huruf a UU yang sama diberlakukan kepada Pemohon dalam perkara praperadilan.
“Jelas terhadap hubungan sebab-akibat antara kerugian hak konstitusional Pemohon dengan berlakunya pasal-pasal dalam KUHAP yang diuji dalam permohonan ini. Karena pemberlakuan pasal-pasal yang diuji dalam permohonan ini telah menyebabkan hak konstitusional Pemohon dirugikan atas pengakuan, jaminan perlindungan,  kepastian hukum yang adil, dan hak konstitusional atas due process of law sebagaimana diberikan oleh Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Maqdir. (Lulu Hanifah)

Sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10796

Legalisasi Kepemilikan Asing Dorong Obral Lahan Besar-besaran

 
www.shutterstock.com Ilustrasi.

JAKARTA, KOMPAS.com - Selain memengaruhi sektor properti, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia juga akan memengaruhi peta jual beli tanah di kalangan masyarakat.

Tak dapat dimungkiri, berlakunya kebijakan anyar ini membuat beberapa pihak terutama pemilik tanah akan memilih menjual tanahnya kepada orang asing ketimbang orang lokal.

Upaya itu bahkan sudah ada di beberapa lokasi di Indonesia yang menjadi obyek pariwisata turis-turis asing.

"Ya bisa saja begitu para pemilik tanah cenderung mengobral tanahnya ke orang asing bukan lokal seperti banyak yang terjadi di Bali dan Lombok," kata Ahli Pertanian dan Hukum Pertanahan, Arie S Hutagalung, kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2016).

Hal tersebut tentunya tidak berpihak pada sebagian besar rakyat Indonesia yang saat ini belum memiliki tanah dan rumah sendiri.

Karena itu, beleid baru ini pun dianggap Arie, semakin membuat rakyat Indonesia terpinggirkan lewat pemberlakuan Hak Pakai (HP) selama 30 tahun yang diberikan untuk orang asing.

Padahal, HP untuk orang Indonesia yang tercantum dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan HP hanya 25 tahun.

Selain diskriminatif, kata Arie, PP 103/2015 juga mencederai Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa bumi, air, dan tanah serta kekayaan alam Indonesia dikuasai negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

"Akan ada kecemburuan sosial ini nanti tapi pasti yang terbahak-bahak adalah REI karena merasa sangat terbantu dengan pp ini," ucap Arie.

Untuk mengatasi masalah diskriminasi tersebut, Arie menyarankan pemerintah segera merevisi PP Nomor 40 Tahun 1996, meskipun revisi tersebut hanya mengubah satu pasal di dalamnya.

Sumber : http://properti.kompas.com/read/2016/01/22/190000221/Legalisasi.Kepemilikan.Asing.Dorong.Obral.Lahan.Besar-besaran

PP 103/2015 Diskriminatif dan Terlalu Memanjakan Orang Asing

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepemilikan rumah tinggal atau hunian oleh orang asing pada dasarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996.

Namun, pp itu dianggap kurang marketable sehingga mendorong pemerintah menerbitkan aturan baru melalui PP Nomor 103 Tahun 2015 pada Senin (22/12/2015).

Hadirnya pp baru tersebut membuat PP Nomor 41 Tahun 1996 secara otomatis tidak akan digunakan lagi. Meski baru, PP Nomor 103 tahun 2015 tidak memiliki perbedaan signifikan dengan PP Nomor 41 Tahun 1996.

"Kalau saya lihat sepintas ya itu hampir sama cuma ditambah saja jangka waktu kepemilikan dan istilah berkedudukan di Indonesia mungkin agak dipermudah," kata Ahli Pertanian dan Hukum Pertanahan, Arie S Hutagalung, kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2016).

Dalam pp itu disebutkan, yang dimaksud Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia (selanjutnya disebut Orang Asing) adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia (WNI) yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.

“Orang Asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan Hak Pakai,” bunyi Pasal 2 ayat (1) PP ini.

Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud adalah Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan kata lain, setiap orang asing yang ingin memiliki hunian di Indonesia mesti menunjukkan Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).

Berkaitan dengan hal itu, Arie menyatakan jika ketentuan itu justru lebih sulit ketimbang apa yang ada di peraturan pelaksanaan yang dibaur menjadi satu bersama dalam PP Nomor 41 Tahun 1996.

"Waktu itu orang asing nggak perlu kasih KITAS dan KITAP tapi cuma menunjukkan paspor dan visanya dia udah bisa punya hak pakai," lanjutnya.

Ketetapan Waktu
Sementara menyoal jangka waktu, pp baru ini memberikan Hak Pakai untuk Rumah Tinggal pada Orang Asing untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun.
Dalam hal jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud berakhir, Hak Pakai dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
 
lirealtor.com Kepemilikan WNA atas properti di Indonesia masih kontroversial.
Adapun Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai (HP) di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud diberikan HP untuk jangka waktu yang disepakati tidak lebih lama dari 30 (tiga puluh) tahun.

HP dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah.

Penambahan jangka waktu HP dari 25 tahun yang tercantum di PP Nomor 41 Tahun 1996 menjadi 30 tahun dan bisa diperpanjang hingga 80 tahun di PP Nomor 103 Tahun 2015 juga menjadi satu hal yang dipertanyakan Arie.

"Cuma yang jadi masalah adalah HP ditambah jadi lima tahun sehingga dia itu jadi sama Hak Guna Bangunan (HGB). Nah itu sebetulnya intinya, dari 25 tahun ditambah 5 tahun jadi 30 tahun," tambahnya.

Permasalahan jangka waktu itu membuat Arie yang juga Profesor di Universitas Indonesia menuntut Menteri ATR/BPN untuk mengganti PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), HGB, dan HP.

Dalam pp tersebut, meski tidak spesifik untuk orang asing, dijelaskan bahwa jangka waktu HP adalah 25 tahun. "Jadi lucu saja nanti kalau asing dapat jangka waktu 30 tahun tapi ini orang Indonesia dan badan hukum Indonesia malah cuma 25 tahun. Ini diskriminatif apalagi HP juga bukan hanya bisa digunakan untuk membangun tapi juga untuk tanah pertanian," tandas Arie.

Sumber http://properti.kompas.com/read/2016/01/22/145129521/PP.103.2015.Diskriminatif.dan.Terlalu.Memanjakan.Orang.Asing?page=2

Agar Tidak Ditilang Karena Masalah Plat Nomor

Agar Tidak Ditilang Karena Masalah Plat Nomor
Apakah ada peraturan yang mengatur secara detail tentang ukuran bentuk dan sebagainya plat nomor kendaraan? Plat seperti apa yang bisa kena tilang?
Jawaban :
  
Intisari:
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada yang secara rinci memberikan spesifikasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (“TNKB”). Dalam Perkapolri 5/2012, hanya disebutkan bahwa TNKB dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur pengaman sesuai spesifikasi teknis. Unsur-unsur pengaman TNKB yaitu berupa logo lantas dan pengaman lain yang berfungsi sebagai penjamin legalitas TNKB. Selain itu, dalam Perkapolri 5/20120 juga disebutkan mengenai warna TNKB.
Akan tetapi, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi yang sekarang sudah dicabut dan tidak berlaku, pernah diatur secara rinci mengenai spesifikasi TNKB.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Jawaban:
Pengaturan mengenai TNKB, dapat dilihat ketentuannya dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) beserta peraturan pelaksananya. Antara lain Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (“PP Kendaraan”), Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“PP 80/2012”), dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi Dan Identifikasi Kendaraan Bermotor (“Perkapolri 5/2012”).
TNKB adalah tanda registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoperasian kendaraan bermotor berupa pelat atau berbahan lain dengan spefikasi tertentu yang diterbitkan Polri dan berisikan kode wilayah, nomor registrasi, serta masa berlaku dan dipasang pada kendaraan bermotor.[1]
Dalam UU LLAJ hanya disebutkan bahwa TNKB harus memenuhi syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan.[2] Namun UU LLAJ tidak menjelaskan lebih lanjut seperti apa bentuk, ukuran dan bahan, warna dan cara pemasangan TNKB tersebut.
Pemasangan TNKB
Jika melihat pada PP Kendaraan, juga tidak ada ketentuan yang mengatur spesifikasi TNKB. Yang diatur dalam PP Kendaraan antara lain hanya:
1.    lampu penerangan tanda nomor Kendaraan Bermotor di bagian belakang Kendaraan berwarna putih.[3]
2.   Lampu penerangan tanda nomor Kendaraan Bermotor dipasang di bagian belakang dan dapat menyinari tanda nomor Kendaraan Bermotor agar dapat dibaca pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari belakang.[4]
3.    Tempat pemasangan tanda nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi persyaratan:[5]
a.    ditempatkan pada sisi bagian depan dan belakang Kendaraan Bermotor; dan
b.    dilengkapi lampu tanda nomor Kendaraan Bermotor pada sisi bagian belakang Kendaraan Bermotor.
PP 80/2012 juga hanya menyebutkan pemeriksaan TNKB terdiri atas pemeriksaan spesifikasi teknis tanda nomor kendaraan, masa berlaku, dan keaslian[6], tanpa menerangkan lebih lanjut spesifikasi yang dimaksud.
Sedangkan jika kita merujuk pada Perkapolri 5/2012, hanya disebutkan bahwa TNKB dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur pengaman sesuai spesifikasi teknis. Unsur-unsur pengaman TNKB yaitu berupa logo lantas dan pengaman lain yang berfungsi sebagai penjamin legalitas TNKB.[7]
Warna TNKB
Selain itu, dalam Perkapolri 5/2012 juga disebutkan mengenai warna TNKB, yaitu sebagai berikut:[8]
a.    dasar hitam, tulisan putih untuk Ranmor perseorangan dan Ranmor sewa;
b.    dasar kuning, tulisan hitam untuk Ranmor umum;
c.    dasar merah, tulisan putih untuk Ranmor dinas Pemerintah;
d.    dasar putih, tulisan biru untuk Ranmor Korps Diplomatik negara asing; dan
e.    dasar hijau, tulisan hitam untuk Ranmor di kawasan perdagangan bebas atau (Free Trade Zone) yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, bahwa Ranmor tidak boleh dioperasionalkan/dimutasikan ke wilayah Indonesia lainnya.
Kemudian disebutkan bahwa TNKB yang tidak dikeluarkan oleh Korlantas Polri, dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku.[9]
Aturan Lama
Akan tetapi, masalah TNKB ini dulu pernah diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (“PP 44/1993”). PP ini sekarang sudah dicabut dan tidak berlaku dengan adanya PP Kendaraan. Dalam PP 44/1993 dahulu diatur sebagai berikut:[10]
Bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    berbentuk lempengan tipis persegiempat, dengan ukuran panjang 250 milimeter dan lebar 105 milimeter untuk sepeda motor dan ukuran panjang 395 milimeter serta lebar 135 milimeter untuk kendaraan jenis lainnya serta ditambahkan tempat untuk pemasangan tanda uji;
b.    terbuat dari bahan yang cukup kuat serta tahan terhadap cuaca, yang pada permukaannya berisi huruf dan angka yang dibuat dari bahan yang dapat memantulkan cahaya;
c.    tinggi huruf dan angka pada tanda nomor kendaraan bermotor yang dituliskan pada lempengan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sekurang-kurangnya 45 milimeter untuk sepeda motor, dan 70 milimeter untuk kendaraan bermotor jenis lainnya;
Pengaturan secara rinci tersebut di atas tidak terdapat lagi dalam PP Kendaraan.
Walaupun tidak dalam bentuk peraturan, ketentuan yang lebih detil lagi mengenai spesifikasi TNKB tersebut dijelaskan di laman Korps Lalu Lintas Polri, sebagaimana disarikan sebagai berikut:
SPESIFIKASI TEKNIS TNKB
1.    Berbentuk plat aluminium dengan cetakan tulisan dua baris. Baris pertama menunjukkan: kode wilayah (huruf), nomor polisi (angka), dan kode/seri akhir wilayah (huruf). Baris kedua menunjukkan bulan dan tahun masa berlaku, masing-masing dua digit (misalnya 01.20 berarti berlaku hingga Januari 2020).
2.    Bahan baku TNKB adalah aluminium dengan ketebalan 1 mm. Ukuran TNKB untuk kendaraan bermotor roda 2 dan roda 3 adalah 250—105 mm, sedangkan untuk kendaraan bermotor roda 4 atau lebih adalah 395—135 mm. 

Sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56c29133bcd4d/agar-tidak-ditilang-karena-masalah-plat-nomor

Tahukah Anda, Hak Orang Tertangkap Tangan Beda dengan Tersangka

Orang yang terjaring dalam OTT belum diberikan hak untuk menghubungi pengacara.
Tahukah Anda, Hak Orang Tertangkap Tangan Beda dengan Tersangka
Ilustrasi: BAS

Dalam aksi penangkapan di luar negeri, anda mungkin sering mendengar ucapan, "Anda berhak diam, dan apa pun yang anda katakan bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan". Penerapan Miranda Rules atau lebih dikenal sebagai Miranda Warning ini merupakan hak minimal yang harus diberitahukan oleh polisi ketika melakukan penangkapan.

Bagaimana dengan Indonesia? KPK merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang kerap melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sepanjang 2015 hingga Februari 2016, setidaknya KPK telah berhasil melakukan tujuh OTT. Kasus teranyar adalah OTT pejabat Mahkamah Agung bernama Andri Tristianto Sutrisna pada akhir pekan lalu.

Namun, tahukah anda, hak-hak orang yang terjaring OTT berbeda dengan tersangka. Orang-orang yang terjaring dalam OTT KPK belum tentu semuanya akan ditetapkan sebagai tersangka. Misalnya, dalam kasus Andri. KPK mengamankan enam orang, tetapi hanya Andri, Ichsan Suaidi (pengusaha), dan Awang Lazuardi Embat (pengacara) yang ditetapkan sebagai tersangka.

Lalu, apa saja hak-hak orang yang terjaring dalam OTT KPK. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, seorang yang terjaring dalam OTT KPK mempunyai hak untuk mengetahui siapa petugas yang menangkapnya. "Mereka harus dapat penjelasan kalau itu adalah petugas KPK," katanya, Jumat (19/2).

Orang yang terjaring dalam OTT KPK, juga berhak untuk berpakaian yang layak. Contohnya, orang yang tertangkap dalam keadaan tanpa busana, petugas KPK akan memberikan kesempatan untuk mengenakan pakaian yang layak. "Kalau yang sifatnya kemanusiaan seperti berpakaian yang layak, petugas akan mempersilakan," imbuh Priharsa.

Selain itu, sudah menjadi hak orang tersebut agar keluarganya mendapatkan pemberitahuan perihal OTT yang dilakukan petugas KPK. Priharsa menyatakan, petugas akan memberitahukan kepada keluarga yang bersangkutan setelah OTT. Kemudian, orang itu akan dibawa ke kantor KPK bersama barang bukti yang ditemukan petugas KPK.

Setelah serah terima, petugas KPK melakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK). Dalam hal ini, status mereka masih sebagai terperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian, mereka belum memiliki hak untuk menghubungi atau didampingi pengacara.

Apabila sudah ditetapkan sebagai tersangka, lanjut Priharsa, otomatis hak-hak yang diberikan KUHAP melekat. Mereka diberikan hak untuk menghubungi pengacara, serta didampingi pengacara saat pemeriksaan. Sesuai prosedur yang berlaku di KPK, peningkatan status tersangka setelah OTT paling lambat 1x24 jam.

Mengacu KUHAP, dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik. Selanjutnya, guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum di semua tingkat pemeriksaan. Tersangka berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.

Sesuai Pasal 57 KUHAP, tersangka yang dikenakan penahanan juga berhak menghubungi penasihat hukumnya. Pasal 58 memberikan pula hak bagi tersangka yang dikenakan penahanan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya guna kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.

Selanjutnya, Pasal 60, tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan atau usaha mendapatkan bantuan hukum. Masih ada beberapa hak lain yang diatur dalam KUHAP, salah satunya menerima kunjungan rohaniawan.

Adanya perbedaan hak-hak orang yang terjaring OTT dan tersangka dirasakan pula oleh pengacara M Yagari Bhastara Guntur alias Gary, Haerudin Massaro. Sebagaimana diketahui, mantan anak buah OC Kaligis ini terjaring dalam OTT KPK setelah memberikan uang kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Tripeni Irianto Putro.

Walau Haerudin tidak melihat langsung peristiwa OTT Gary, ia mengaku baru bisa mendampingi Gary saat pemeriksaan sebagai tersangka. Mulanya, ibunda Gary mengetahui penangkapan anaknya dari pemberitaan media. Namun, Gary belum bisa dihubungi hingga akhirnya Gary dibawa ke kantor KPK dan bertemu ibunya.

"Setelah itu, baru ibunya ngontak saya pada hari OTT sambil nangis-nangis karena Gary ditangkap. Sebelum dibawa ke KPK, Gary sempat dibawa ke Polres Medan dan ditanya-tanya, tapi saya belum di sana pada saat itu. Tapi, apapun itu, sebenarnya hak-hak dia (Gary) tetap harus disampaikan atau dibacakan," ujarnya.

Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56c6f109c8941/tahukah-anda--hak-orang-tertangkap-tangan-beda-dengan-tersangka
Haerudin mencontohkan, seperti di Amerika, saat melakukan penangkapan, polisi memberitahukan hak-hak orang yang ditangkap, "Anda berhak diam, dan apa pun yang anda katakan bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan". Walau Gary mengaku salah karena memberikan uang, tetap dia harus diperlakukan dengan azas praduga tidak bersalah. 

Masalah Hak Tanggungan untuk Hunian Orang Asing

Akademisi dan bankir memberikan pendapat tentang boleh tidaknya Hak Pakai sebagai Hak Tanggungan untuk mendapatkan kredit dari bank.
FITRI N. HERIANI
Masalah Hak Tanggungan untuk Hunian Orang Asing 
PP No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia mempertegas peluang Warga Negara Asing (WNA) untuk memiliki tempat tinggal dengan status Hak Pakai (HP). WNA dapat memiliki rumah tapak atau apartemen selama puluhan tahun.

Masalah yang sering timbul selama ini adalah keengganan kalangan perbankan membiayai pembangunan hunian untuk WNA dengan status hak pakai. Dalam seminar ‘Pengaruh Berlakunya PP No. 103 Tahun 2015 Terhadap Perkembangan Bisnis Properti di Indonesia’, Kamis (18/2), masalah ini juga mengemuka. Acara yang digelar Forum Kajian dan Konsultasi Pertanahan (FK2P) dan Fakultas Hukum Universitas Trisakti tersebut, mencoba menjawab apakah HP bersifat bankable (diterima kalangan perbankan)?

Untuk menjawabnya bisa dirujuk Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Berdasarkan ayat (1) pasal ini, hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan (HT) adalah hak milik, hak guna usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB). Mengenai HP, ayat (2) menyebutkan HP atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Berangkat dari rumusan Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU Hak Tanggungan tersebut, Guru Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia Arie Sukanti Hutagalung berpendapat HP bisa dijadikan Hak Tanggungan atas kredit di perbankan. Masalahnya, sesuai ketentuan, HP itu harus berada di atas tanah negara atau di atas Hak Pengelolaan (HPL). “Kalau untuk hak pakai di atas hak milik, itu tidak diatur dalam undang-undang,” kata Arie kepada hukumonline, Kami (18/2).

Bankable?
Selama ini proyek hunian di atas tanah dengan status HP sulit mendapatkan kredit. Sulit bukan berarti tidak boleh. Direktur Departemen Bank Indonesia, Imam Subarkah, mengatakan pemberian kredit kepada asing oleh perbankan tidak dilarang. Hal tersebut jelas diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/14/PBI/2015 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah, khususnya Pasal 15 huruf D. Jadi, kata Imam, HP bisa digunakan sebagai Hak Tanggungan.

Meski begitu, Imam mengingatkan setiap bank memiliki aturan sendiri untuk dapat menerima HP sebagai Hak Tanggungan. Mengapa? Karena terkait dengan pemberian kredit atau pembiayaan, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit/pembiayaan. “Dalam konteks kredit itu diserahkan ke bank (menerima HP). Memang secara UU diatur, tapi apakah HP itu aman? Bank banyak menolak karena HP sebagai Hak Tanggungan itu dinilai terlalu berisiko,” jelas Imam.

Praktisi Hukum Agraria Chairul Basri Ahmad bisa memahami penolakan oleh bank untuk membiayai proyek hunian untuk orang asing dengan status HP. Ia berpendapat masalah ini antara lain disebabkan “image” HP yang terbentuk dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Misalnya, HP tidak didaftarkan, padahal jika merujuk Pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA, HP seharusnya didaftarkan. Selanjutnya, HP Atas Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara, HP hanya dapat dialihkan dengan izin pejabat yang berwenang.

Namun sesuai Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 yang diperkuat dengan PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas TanahHP harus didaftar dan diterbitkan surat-surat tanda bukti hak sesuai dengan ketentuan Pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA. Sehingga, peralihan HP oleh pejabat yang berwenang harus dicabut dan tidak dapat diberlakukan lagi. “Sekarang kan lama HP-nya sudah hampir sama dengan HGB, dan sudah didaftar juga sehingga ada surat-suratnya. Harusnya sudah disamakan (statusnya) dengan HGB,” kata Chairul.

Chairul tidak menutup mata atas fakta bahwa tak semua bank memahami hal tersebut sehingga HP masih tidak memiliki akses untuk memperoleh kredit atau pembiayaan. Agar perbankan tak lagi ‘alergi’ menerima HP sebagai Hak Tanggungan dalam kredit/pembiayaan, Chairul berpendapat sudah sepatutnya BI melakukan sosialisasi kepada perbankan melalui Surat Edaran (SE).
 
Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56c6e17a1122f/masalah-hak-tanggungan-untuk-hunian-orang-asing

6 Skill Lawyer yang Harus Diketahui Mahasiswa Hukum

Mahasiswa atau alumni fakultas hukum yang memiliki skill atau mempunyai bekal dalam berpraktik hukum lebih dibutuhkan saat ini.
 
6 Skill Lawyer yang Harus Diketahui Mahasiswa Hukum
Advokat M. Idwan Ganie dalam Workshop yang digelar oleh Days of Law Carrier (DOLC), di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Rabu (24/2). Foto: HAG

Profesi lawyer adalah salah satu pilihan bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan studi Ilmu Hukum. Mahasiswa atau alumni fakultas hukum yang memiliki skill atau mempunyai bekal dalam berpraktik hukum lebih dibutuhkan saat ini, dibanding mahasiswa yang hanya mempelajari teori-teori hukum di kampus.
  
Hal itu disampaikan advokat M. Idwan Ganie dalam Workshop yang digelar oleh Days of Law Carrier (DOLC), di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Rabu (24/2). Dia menjelaskan, setidaknya harus ada enam kemampuan yang dimiliki bilaingin berprofesi sebagai lawyer.

Pertama, Problem Solving Skills. Menurut pria yang akrab disapa Kiki Ganie tersebut, pemecahan masalah merupakan proses baik secara mental dan merupakan bagian dari menemukan masalah dan mengetahui jenis masalah. “Penyelesaian masalah atau problem solving adalah perpindahan atau perubahan dari kondisi yang ada atau selayaknya menjadi kondisi yang diinginkan,” ujar Kiki.

Kiki mengatakan, pemecahan masalah terbagi menjadi beberapa bentuk di antaranya logika hukum, penalaran hukum, kemampuan untuk bernegosiasi, berpikir out of the box, dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara umum.

Kedua, kemampuan untuk bernegosiasi. Menurut Kiki, kemampuan bernegosiasi termasuk kemampuan untuk berdiskusi serta kemampuan untuk mencapai kepuasan semua pihak. “Kemampuan meyakinkan pihak-pihak untuk dapat melakukan tindakan yang dibutuhkan. Sedangkan kemampuan untuk mempengaruhi merupakan kombinasi dari kemampuan untuk meyakinkan dan kemampuan bernegosiasi,” ujarnya.

Sedangkan yang dibutuhkan untuk memperkaya kemampuan bernegosiasi adalah teknik dan strategi bernegosiasi, kemampuan untuk meyakinkan, kemampuan untuk menyelesaikan masalah, kemampuan untuk menyelesaikan sengketa, kemampuan untuk memberikan nasehat, body language (bahasa tubuh), dan legal risk analysis (menganalisis risiko hukum).

Ketiga, Dispute Resolution Skill (kemampuan menyelesaikan sengketa). Menurutnya, kemampuan menyelesaikan sengketa adalah kemamuan untuk menyelesaikan sengketa di antara kedua belah pihak. “Kita harus siap berdiri di salah satu pihak ataupun berada di pisisi netral. Kita harus bisa menjalani posisi keduanya,” jelasnya.

Kiki menambahkan, kemampuan menyelesaikan sengketa setidaknya berupa pengadilan litigasi biasa, mediasi, arbitrasi, penyelesaian sengketa informal, kemampuan untuk meyakinkan, dan kemapuan untuk memberikan nasehat.

Keempat, counseling skills (kemampuan untuk memberikan nasehat). Kemampuan untuk memberikan nasehat adalalah kemampuan untuk memberikan nasehat dan juga bimbingan, termasuk langkah selanjutnya (action plan). “Kemampuan untuk memberikan nasehat berupa tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya, tindakan apa yang tepat yang haris dilakukan, dan juga kemampuan untuk mendengar,” ujar Kiki.

Kelima, Convincing Skills (kemampuan meyakinkan). “Skill ini dibutuhkan untuk membuktikan sesuatu benar atau salah atau seseorang benar atau salah,” jelasnya.

Terakhir, Competence Skill. Kompetensi ini merupakan penggabungan dari komitmen, pengetahuan, dan keterampilan untuk membuat seseorang melakukan tindakan yang efektif dalam situasi professional. “Kompetensi tersebut berupa kemampuan soft skill, pengalaman, legal engineering, dan kemampuan yang ultimate untuk menjadi “a lawyer in demand,” katanya.
 
Sumber  : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56cd6c05e97ae/6-skill-lawyer-yang-harus-diketahui-mahasiswa-hukum

Dikenakan Pajak Berlaku Surut, Pengusaha Material Gugat UU Perpajakan


Kuasa Hukum Pemohon yang diwakili Syawaludin saat menyampaikan pokok-pokok permohonan perkara uji materi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Rabu (24/2) di Ruang Sidang Panel Gedung MK. Foto Humas/Ganie. 
 
Merasa keberatan usahanya dikenai kewajiban pajak, Edi Pramono menggugat Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Didampingi kuasa hukum, Edi yang berjualan bahan baku material bangunan secara eceran menyampaikan inti gugatan pada sidang perdana perkara No. 13/PUU-XIV/2016 di Ruang Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (24/2).
Syawaludin, selaku kuasa hukum Pemohon, menyampaikan latar belakang pengajuan gugatan. Syawaludin mengatakan Pemohon selaku pengusaha kecil yang mengecer semen, kapur, pasir, dan batu telah menerima surat imbauan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kudus pada 2010 lalu.
Meski sudah menerima surat himbauan tersebut, Pemohon mengaku belum mendaftarkan diri sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan hanya memperbaiki SPT Tahunan saja. Setelah mendapatkan himbauan untuk segera mendaftar, Pemohon pun akhirnya mendaftarkan diri sebagai PKP.
Selama belum dikukuhkan sebagai PKP, Syawaludin menyampaikan bahwa Pemohon tidak memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang-barang dagangannya. Namun, ketika Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kudus  mengukuhkan Pemohon sebagai PKP, Pemohon dibebani kewajiban perpajakan berlaku surut sebagai PKP. Artinya, periode sebelum Pemohon mendaftarkan diri sebagai PKP tetap dikenakan kewajiban perpajakan.
“Bahwa DJP telah mengeluarkan surat ketetapan pajak kurang bayar pajak pertambahan nilai barang dan jasa masa pajak (bukti P-10A sampai bukti P-10L) pada tanggal 21 Januari 2013 yang pada pokoknya memutuskan Pemohon dibebankan dengan kewajiban perpajakan setiap bulannya untuk masa bulan Januari sampai Desember 2009 (sebelum Pemohon ditetapkan sebagai PKP, red) dengan jumlah per bulan dasar pengenaan pajaknya 623 juta rupiah dan kewajiban lain yang harus dibayar Pemohon,” ujar Syawaludin yang mengungkapkan bahwa dalam setahun PPN oleh Pemohon total sebanyak lebih dari 1 Milyar rupiah.
Tentu saja Pemohon merasa keberatan dengan hal tersebut. Untuk itu, Pemohon mengajukan surat keberatan kepada DJP yang pada pokoknya menyatakan pengenaan PPN berlaku surut tidak dapat dibenarkan. Namun, DJP pada akhirnya menolak seluruh keberatan yang Pemohon ajukan tersebut dengan menyatakan tidak ada ketentuan yang pasti kapan dimulainya wajib perpajakan bagi  pengusaha kena pajak yang berdasarkan kemauannya sendiri mendaftarkan sebagai PKP. Upaya hukum lainnya juga telah ditempuh Pemohon dengan melakukan banding ke Pengadilan Pajak, meski pada akhirnya Pengadilan Pajak menyatakan menolak banding.
Kerugian Konstitusional
Dengan adanya kewajiban perpajakan yang berlaku surut tersebut, Pemohon merasa sangat dirugikan. Selain nominalnya yang sangat besar, sebelum dikukuhkan sebagai PKP Pemohon juga sama sekali tidak membebankan PPN atas barang-barang dagangannya.
“Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi, konsumen akhir-lah (pembeli barang dagangan Pemohon, red) yang mengonsumsi barang atau jasa kena pajak yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak pertambahan nilai. Pihak DJP harus membebankan pada konsumen bukan pada PKP atau pengusaha kena pajak. Bahwa DJP hanya bisa membebankan pada PKP bila ditemukan bukti bahwa PKP yang bersangkutan telah memungut PPN dari konsumen, tetapi tidak atau belum menyetorkan atau melaporkan pada negara,” tegas Syawaludin di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin wakil Ketua MK Anwar Usman. 
Ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar DJP memberikan himbauan tersebut tercantum dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (4a) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ketentuan-ketentuan tersebut dianggap tidak memberikan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum seperti yang diamanatkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, Pemohon juga menganggap hak konstitusionalnya untuk dapat hidup dengan merdeka tanpa siksaan juga telah diabaikan akibat keberadaan pasal a quo.
Oleh karena itu, Pemohon meminta keadilan dengan diberlakukannya aturan kewajiban perpajakan hanya dimulai saat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak berlaku secara surut.
Saran Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati selaku anggota panel hakim menyampaikan saran agar Pemohon mempertajam paparan mengenai kerugian konstitusionalnya. Sebab, Maria belum melihat adanya kerugian konstitusional (kerugian atas hak yang diatur dalam Konstitusi atau UUD 1945, red) akibat berlakunya pasal-pasal yang diujikan oleh Pemohon.
“Di sini kerugian konstitusionalnya di mana? Jadi seharusnya yang dilihat pada hak konstitusional itu adalah Anda punya hak di Pasal 28D dan Pasal 28I, tetapi apakah pasal yang Anda mohonkan itu merupakan hak konstitusional yang kemudian terlanggar oleh undang-undang ini? Anda harus lihat itu, Pasal 2 itu Anda lihat dari pasal yang untuk batu uji. Di sini apakah hak dan kewenangan konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan? Apakah pasal-pasal undang-undang tadi merugikan Anda kalau Anda lihat dari batu uji tadi. Kemudian, apakah kerugian itu bersifat spesifik? Apakah ada causal verband? Dengan adanya pasal itu, maka hak konstitusional Anda terlanggar, begitu? Dan apabila itu dikabulkan, maka potensial kerugian konstitusional itu tidak ada akan terjadi. Nah, itu yang perlu Anda jelaskan,” urai Maria.
Maria melihat, Pemohon lebih condong menggunakan aturan dari DJP sebagai implementasi UU yang merugikan Pemohon. Kalau menggunakan “pintu masuk” seperti itu, Maria khawatir gugatan Pemohon sesungguhnya hanya memasalahkan kasus konkrit dari implementasi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pemohon pun diberikan kesempatan selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Maksimal, Pemohon jarus menyerahkan perbaikan permohonan pada Selasa, 8 Maret 2016, pukul 10.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (Yusti Nurul Agustin/lul)

Sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=12873
Calon Bupati Kabupaten Buru Selatan Rivai Fatsey merasa dirugikan dengan pemberlakuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Menurutnya, aturan selisih suara maksimal 0,5%-2% antara calon pemohon untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut tidak adil.
Hal itu dipaparkan kuasa Rivai, Dudung Badrun, dalam sidang perkara Nomor 18/PUU-XIV/2016 yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat. Pemohon menilai pesaingnya pada Pilkada Buru Selatan, yakni calon bupati nomor urut 2 adalah petahana, sehingga melakukan banyak kecurangan untuk memperoleh suara. Sehingga, paslon tersebut meraih suara terbanyak dalam pilkada.
Menurut Pemohon, kemenangan pasangan calon nomor urut 2 diperoleh dengan cara mendayagunakan aparat pemerintah dan melakukan money  politik secara terstruktur, sistematis, dan masif sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon. “Oleh karena itu, kami merasa bahwa Pasal 158 ayat (2) ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” ujar Dudung di ruang sidang MK, Rabu (24/2).
Selain itu, Pemohon juga menguji materi ketentuan Pasal 7 huruf t UU Pilkada yang  mengharuskan Pemohon untuk mengundurkan diri dari status PNS nya untuk menjadi calon Bupati Kabupaten Buru Selatan. Pemohon berpendapat, adanya aturan tersebut akan membuat Pemohon kehilangan penghidupan dan pekerjaan yang layak apabila Pemohon tidak memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Bupati  Buru Selatan, sehingga hal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2) UUD 1945 jika “Ini jelas merugikan hak konstitusional dari pemohon,” imbuhnya.
Pemohon juga menguji Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada yang dinilainya tidak relevan. Ketentuan tersebut hanya memberikan waktu 3x24 jam untuk mengajukan keberatan hasil penghitungan perolehan suara. Padahal, menurut Pemohon, merujuk pada kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan, hal tersebut jelas tak memungkinkan. “Ditambah akses transportasi sifatnya belum merata,” ujarnya.
Permohonan Sumir
Menanggapi permohon tersebut, Hakim Konstitusi Manahan Sitompul menyatakan perkara tersebut sumir. Sebab, secara format dan substansi banyak bermasalah. “Misal, banyak penulisan yang salah secara format. Ada yang ditulis Pasal 7 huruf t tetapi ada juga yang ditulis Pasal 7 huruf s,” ujar dia.
Adapun untuk substansi, yakni terkait masalah legal standing, Manahan mempertanyakan hubungan posisi pemohon dengan gugatan yang akan diajukan. Sebab, kata Manahan, saat ini pilkada sudah selesai. “Apakah nanti pemohon akan mencalonkan diri kembali di pilkada berikutnya atau seperti apa?” imbuhnya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Arief Hidayat. Ia menyatakan substansi permohonan yang mempermasalahkan Pasal 157 UU Pilkada dirasa tidak tepat. Sebab logika terkait batas waktu pengajuan keberatan perolehan suara 3x24 jam yang terlalu pendek dirasa bersifat empirik. “Kalau bicara geografis dan akses transportasi di Papua juga sulit. Tapi mereka tak memiliki logika yang sama seperti saudara,” kata dia. (Arif Satriantoro/lul)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=12872

Syarat Pengajuan Gugatan Hasil Pilkada Digugat ke MK

Pemohon Prinsipal Habiburokhman saat menyampaikan pokok-pokok permohonan dalam sidang uji materi UU Pilkada, Rabu (19/8) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.
  
Ketentuan yang mengatur syarat pengajuan permohonan pembatalan penetapan hasil pemilihan kepala daerah dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Secara khusus, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 158 ayat (1) huruf a, b, c, d dan Pasal 158 ayat (2) huruf a, b, c, d UU Pilkada.
Pemohon dalam Perkara yang teregistrasi dengan nomor 97/PUU-XIII/2015 itu adalah seorang politisi Partai Gerindra Habiburokhman yang berniat mengajukan diri sebagai calon peserta Pilkada tahun 2017 mendatang. Menurutnya, ketentuan Pasal 158 UU Pilkada yang membatasi pengajuan permohonan sengketa dengan angka selisih tidak lebih dari dari 2% dan ada variasi sesuai jumlah penduduk kabupaten/kota atau provinsi, dinilai Pemohon berpotensi melanggar hak konstitusionalnya.
“Ketika saya mengikuti Pilkada kemudian ada selisih yang lebih dari 2% lalu saya tidak bisa mengajukan permohonan, padahal di undang-undang yang terdahulu normanya adalah selama berpengaruh, bahkan Mahkamah Konstitusi mempraktikan doktrin terstruktur, sistematis, dan masif, menurut saya secara de facto memang ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan kemunduran dari apa yang sudah dipraktikan oleh Mahkamah Konstitusi,” paparnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu (19/8).
Oleh karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 158 ayat (1) huruf a, b, c, d dan Pasal 158 ayat (2) huruf a, b, c,d UU Pilkada bertentangan dengan Konstitusi sepanjang tidak dimaknai ‘Permohonan pembatalan hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon dan terjadinya kecurangan yang bersifat TSM’.
Sudah Pernah Diputus
Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Aswanto menyatakan permohonan Pemohon sudah pernah diajukan ke MK dengan Putusan Nomor 51/PUU- XIII/2015 dengan amar putusan tidak dapat diterima. Namun, kendati norma yang diujikan sama, batu ujinya berbeda dengan putusan sebelumnya, sehingga Pemohon perlu mengelaborasi lebih lanjut alasan permohonannya.
“Apabila memang (permohonan) ini diteruskan, maka tentu hal-hal yang terkait dengan hal-hal teknis, ya perlu diuraikan seperti mengenai batu ujinya ini, diuraikan dalam alasan permohonan pengujian, dan diperlihatkan pertentanganya dengan pasal yang jadi objek pengujian ya,” ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin.
Adapun Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menegaskan, Pemohon perlu melampirkan bukti untuk memperkuat kedudukan hukumnya agar permohonan diterima. “Kalau cuma karena berkeinginan (menjadi calon kepala daerah) begitu tampaknya belum pernah menjadi sikap Mahkamah, kecuali memang sudah ada dibuktikan,” ujarnya. (Lulu Hanifah)

Sumber :  http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=11854

Polemik Badan Peradilan Khusus Sengketa Pilkada

Polemik Badan Peradilan Khusus Sengketa Pilkada

Suasana sidang putusan uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (8/7) lalu. (Edy Susanto/Gresnews.com)

JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pada saat publik sibuk membicarakan masalah pilkada serentak yang terancam ditunda di beberapa daerah, ternyata masih ada satu persoalan terkait pilkada serentak yang luput dari pembicaraan meski sejatinya urusan ini merupakan urusan penting juga. Urusan tersebut adalah soal pembentukan badan peradilan khusus yang berwenang menangani sengketa pilkada.

Nasib pembentukan badan peradilan khusus ini masih terombang-ambing lantaran belum ada lembaga yang merasa mendapat mandat untuk membentuk badan ini. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengklaim kewenangan tersebut sudah diberikan kepada Mahkamah Agung (MA). Persoalannya, MA belum mau menindaklanjutinya ketika belum ada mandat langsung dari undang-undang yang mengamanatkan MA untuk membentuk badan tersebut.

Terkait pembentukan Badan Peradilan Khusus Pemilu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) memang telah memberikan mandat. Mandat tersebut terdapat dalam Pasal 157 Ayat (1) UU Pilkada menyebutkan perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.

Lalu Pasal 157 Ayat (2) berisi ketentuan badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud Ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu serentak nasional. Lalu Ayat (3) menyebutkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pihak yang berwenang sementara mengadili sengketa pemilu mempertanyakan nasib badan ini. Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan kewenangan MK mengadili sengketa kewenangan pemilu dalam konteks dekat ini pilkada merupakan kewenangan sementara. Persoalannya hingga kini ia mempertanyakan ihwal belum adanya \"tanda-tanda\" untuk membuat badan peradilan khusus pemilu.

\"MK ini kan hanya untuk mengisi kekosongan hukum. Artinya mestinya ada sense of urgency untuk menyelesaikan itu. Saya belum pernah mendengar orang membicarakan kapan akan membentuk pengadilan khusus pemilu. Nanti tiba-tiba sudah mendadak di depan mata lagi (pemilu),\" ujar Palguna saat ditemui wartawan di ruangannya Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (30/7) kemarin.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, sudah disepakati dalam UU Pilkada akan dibentuk badan peradilan. Sementara belum terbentuk, maka sengketa hasil pemilu dikembalikan ke MK.

\"Jadi untuk pilkada serentak 2015 kita serahkan ke MK. Seiring dengan itu kita minta MA untuk menyiapkan badan peradilan khusus pilkada. Jadi itu wilayah MA bukan DPR,\" ujar Riza saat dihubungi gresnews.com, Senin (3/8).
MA MINTA MANDAT KHUSUS - Riza Patria menjelaskan, DPR sudah bertemu dengan MK dan MA soal hal tersebut. Dia mengatakan, MA sedang mempersiapkan badan peradilan khusus pilkada tersebut.
\"Hanya saja MA belum tahu kapan badan peradilan pemilu akan diformalkan. Tapi hal tersebut dikembalikan ke MA karena MA dinilai sebagai pihak yang lebih tahu mulai persiapan kebutuhan badan ini dari hakim, panitera, hingga staf administrasinya,\" ujarnya.

Riza pun sebenarnya masih menunggu apakah badan tersebut bisa diselesaikan tahun ini atau pada 2016. Kalau persiapan badan ini dapat diselesaikan 2016 maka bisa jadi pada 2017 penyelesaian sengketa pilkada bisa dilakukan oleh badan peradilan khusus tersebut.

\"Soal waktu untuk menyelesaikan persiapan badan tersebut domainnya tetap menjadi kewenangan MA. Setelah MA siap dengan badan peradilan pemilu, maka tidak perlu ada lagi revisi UU. Sebab UU sekarang dianggap sudah cukup,\" tegas Riza.

Nantinya ketika badan tersebut sudah terbentuk, langsung dapat menjalankan tugasnya menangani sengketa pemilu. Terkait komentar pihak MK, Riza menilai MK lebih baik mempersiapkan diri untuk menghadapi gugatan hasil sengketa pilkada 2015.

DPR boleh saja yakin bahwa pembentukan badan peradilan itu merupakan kewenangan MA, namun sebaliknya, MA malah mempertanyakan dasar hukumnya. Juru bicara MA Suhadi malah mempertanyakan landasan hukum atau UU yang memandatkan pada MA untuk membuat badan peradilan khusus pemilu tersebut. Alasannya, kata Suhadi, MA baru berwenang untuk membuat badan tersebut ketika sudah ada UU-nya.

\"Misalnya UU Perikanan agar membentuk peradilan perikanan. Itu di dalam UU Perikanan yang menjelaskan (kewenangan MA). Lalu UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana Korupsi (tipikor) juga mengatakan pengadilan tipikor harus ada di Indonesia untuk pertama kali di setiap ibukota provinsi. MA yang berwenang untuk meresmikan atau mengusahakan berdirinya dalam waktu dua tahun. Itu ada UU-nya dulu. UU-nya bukan MA yang buat tapi DPR dan pemerintah,\" tutur Suhadi saat dihubungi gresnews.com, Senin (3/8).

Menurutnya, MA tidak bisa berkomentar kalau UU yang memandatkan dibentuknya badan peradilan pemilu belum ada. Ia melanjutkan, kalau mau berbicara mengenai pengadilan pilkada yang selama ini menjadi kewenangan pengadilan hanya mengadili tindak pidana pemilu. Sementara persoalan etik diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), persoalan administrasi diselesaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sengketa pemilu ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Suhadi menjelaskan kalau UU-nya belum ada yang memandatkan MA secara langsung untuk membentuk badan peradilan pemilu maka pembentukannya masih sekadar wacana. Maka kalau masih wacana maka sulit ditebak bagaimana pembentukan badan tersebut. Sebab ketika badan ini masih menjadi wacana para pembuat UU juga masih perlu mendengar pendapat dari lembaga atau organisasi tertentu sebelum membahas UU-nya.

\"Pengadilan yang bagaimana yang dibutuhkan. Kan macam-macam pengadilan itu. Saya kira mesti diperbincangkan dulu dalam aturannya. Biasanya kalau ada kaitannya dengan MA, MA atau Ikatan Hakim Indonesia diundang untuk membahasnya. Sampai sekarang belum ada,\" lanjut Suhadi.
DESAIN BADAN PERADILAN KHUSUS PEMILU - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, merunut sejarahnya, badan peradilan muncul dalam UU Pilkada ini muncul sebagai bentuk kompromi ketika MA dan MK tidak mau menangani sengketa pilkada. Sehingga muncul alternatif soal perlunya dibentuk badan peradilan khusus yang menangani sengketa pilkada.

\"MK waktu itu meminta supaya posisi MK saat ini sementara saja dalam menangani sengketa. Karena kondisi hari ini hanya MK yang dianggap mampu menangani, memiliki infrastruktur yang cukup kuat, dan siap menangani sengketa pilkada,\" ujar Veri saat dihubungi gresnews.com, Senin (3/8) pada kesempatan terpisah.

Ia menilai persiapan untuk membentuk badan peradilan pemilu ini harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR. Sebab di dalam UU Pilkada disebutkan ada peradilan khusus.
Persoalannya memang UU tidak menyebutkan sampai batas waktu kapan badan tersebut harus dibentuk.

Dengan demikian, memang harus ditindaklanjuti dengan UU Badan Penyelesaian Sengketa Pilkada. Menurutnya harus ada regulasi lebih lanjut terkait badan ini.

Veri Junaidi mengatakan, terlepas dari polemik yang terjadi, dia mengakui, bahwa bentuk badan peradilan ini memang bisa beragam. Ketika berbicara soal badan peradilan khusus menurutnya terdapat dua pilihan yaitu berada badan di bawah MA atau di bawah MK.

Tetapi, menurut dia, sebenarnya peradilan lebih cocok di bawah MA. Sebab MK hanya memiliki 4 kewenangan dan kewenangan yang terkait dengan impeachment. Sementara di bawah MA ada badan peradilan umum.

Dengan demikian, dia menilai, badan peradilan khusus bisa berada di bawah badan peradilan umum. Hanya saja, hal tersebut dinilai memang masih harus dikaji lebih dalam. \"Prinsipnya pembentukan badan peradilan khusus pemilu ini harus jelas berada di bawah lembaga peradilan mana,\" ujarnya.

Selanjutnya, kata dia, badan ini juga harus diperjelas soal desain dan fungsinya. \"Misalnya apakah terkait putusan sengketa hasil cukup diselesaikan di pengadilan tingkat pertama atau bisa dibanding?\" ujarnya.

Kalau hasil putusan sengketa hasil bisa dibanding maka harus jelas juga pengajuan bandingnya ke lembaga apa. Kemudian harus dibuat juga soal aturan berapa lama sengketa hasil pemilu bisa diselesaikan.
Begitu pun dengan kompetensi hakim dan mekanisme rekrutmen dari badan ini. \"Desain ini yang harus segera diselesaikan,\" tutur Veri.

Sumber: http://www.gresnews.com/berita/hukum/9048-polemik-badan-peradilan-khusus-sengketa-pilkada/2/