JAKARTA. Timing atau waktu menentukan langkah
menjadi salah satu pertimbangan bagi pengembang properti maupun
konsumen dalam investasi. Periode penting yang wajib mereka cermati
adalah semester I tahun depan.
Potret pasar pada paruh pertama tahun depan akan menjadi indikator
prospek properti ke depan. Jika pasar properti mulai mendaki, berarti
semester I-2016 menjadi titik terbawah atawa bottom yang akan
mengantarkan pasar kembali bergairah. Begitu pula sebaliknya.
Jika semester I-2016 sudah sampai bottom, pasar akan kembali booming pada tahun 2018. "Tapi kalau semester I-2016 lebih buruk dari semester II 2015, booming properti bisa tertunda sampai 2019 atau lebih," ujar Presiden Direktur ERA Indonesia Darmadi Darmawangsa kepada KONTAN, Senin (14/12).
Kalau menurut Arief Rahardjo, Director of Research and Advisory PT Cushman & Wakefield Indonesia, tak semua jenis properti bakal aktif tahun depan. Khusus untuk perkantoran dan kondominium, tingkat hunian dan tingkat penjualan yang cukup melimpah, akan menghambat kenaikan dua jenis properti itu.
Yang pasti, prospek di tiap wilayah, berbeda. Agar lebih jelas, berikut ulasannya untuk Anda:
Jakarta
Menurut ERA Indonesia, ruang pertumbuhan properti hunian di Jakarta Timur bakal lebih tinggi ketimbang empat wilayah Jakarta lain. Harga hunian di Jakarta Timur juga belum setinggi Bekasi, Jawa Barat. Sebagai gambaran, harga apartemen di Bekasi saat ini Rp 18 juta–Rp 20 juta per meter persegi (m²).
Sementara di Jakarta Timur Rp 12 juta–Rp 14 juta per m². "Kenaikan harga di Bekasi menunggu Jakarta Timur, kalau Jakarta Timur sudah naik, baru harga di Bekasi bisa ikut naik," beber Darmadi.
Cushman & Wakefield menyoroti, pasar properti ritel di ibukota berpotensi tumbuh 9%. Harga sewanya juga dua kali lipat lebih tinggi ketimbang di Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Debotabek).
Untuk properti jenis hotel, Cushman & Wakefield menilai, hotel bintang tiga dan empat lebih berkembang. Alasan mereka, permintaan aktivitas pertemuan dan konferensi atau MICE akan meningkat.
Debotabek
Pengembangan akses jalan seperti jalan tol, kereta commuter line dan light rail transit (LRT) membikin wilayah Debotabek mencuri perhatian pengembang. Pemanis lain: harga rumah tapak kian mencekik di Jakarta.
Pengembangan proyek hunian di Debotabek bahkan makin banyak ke arah kondominium. Beberapa daerah yang diproyeksi bersinar yakni Depok, Cibubur, Ciracas, Bekasi Barat dan Cikarang. "Akhirnya kita akan lebih banyak melihat pengembangan properti dengan konsep transit oriented development (TOD)," beber Arief kepada KONTAN, Rabu (9/12).
ERA Indonesia memprediksi, properti segmen menengah bakal menjadi primadona. Harga jual kategori ini yakni Rp 300 juta–Rp 400 juta. Dus, daerah penyangga Jakarta Debotabek masih akan laris manis.
Bagi pengembang, properti segmen menengah bisa menjadi variabel untuk mengetes kesiapan pasar. Kalau pasar menyerap properti seharga Rp 300 juta–Rp 400 juta tadi, kemungkinan besar pasar pasar juga mampu menyerap properti seharga Rp 500 miliar - Rp 1 miliar.
Luar Debotabek
Pasar properti juga berpotensi menggeliat di luar Jakarta dan Debotabek. Namun, pertumbuhannya juga tak agresif. Dalam analisa ERA Indonesia, pertumbuhan properti di Surabaya, Jawa Timur bakal kalem di 2016. Demikian pula dengan prospek kondomonium hotel (kondotel) di Bali.
Sementara pasar Makassar, Sulawesi Selatan justru diprediksi lebih atraktif pada tahun 2015. "Tapi karena sudah tumbuh luar biasa tahun ini, ini justru menyimpan bom waktu satu atau dua tahun ke depan terjadi stagnasi," ujar Darmadi.
Sementara prospek properti dua kota lain, yakni Yogyakarta dan Semarang, Jawa Tengah, tak akan mengagumkan. Namun, kedua kota itu masih lebih baik ketimbang kota-kota di Sumatera dan Kalimantan. Kejadian kabut asap berdampak negatif bagi prospek properti di dua pulau tersebut.
Khusus bagi konsumen, General Manager PT All Property Media (Rumah.com) Wasudewan menyarankan agar konsumen mempertimbangkan kondisi lingkungan. "Pastikan membeli rumah yang tepat untuk 10 tahun atau 20 tahun ke depan karena barangkali anak akan kita didik di sana," saran dia, saat berkunjung ke kantor redaksi KONTAN, Senin (14/12).
ERA Indonesia menyarankan konsumen menilik rumah seken, bukan rumah baru. Pertimbanganya, rentang harga beli rumah seken 10%-20% lebih murah ketimbang rumah primary alias rumah anyar.
Kini keputusan di tangan Anda. Siap belanja properti tahun depan?
Anastasia Lilin Yuliantina
Jika semester I-2016 sudah sampai bottom, pasar akan kembali booming pada tahun 2018. "Tapi kalau semester I-2016 lebih buruk dari semester II 2015, booming properti bisa tertunda sampai 2019 atau lebih," ujar Presiden Direktur ERA Indonesia Darmadi Darmawangsa kepada KONTAN, Senin (14/12).
Kalau menurut Arief Rahardjo, Director of Research and Advisory PT Cushman & Wakefield Indonesia, tak semua jenis properti bakal aktif tahun depan. Khusus untuk perkantoran dan kondominium, tingkat hunian dan tingkat penjualan yang cukup melimpah, akan menghambat kenaikan dua jenis properti itu.
Yang pasti, prospek di tiap wilayah, berbeda. Agar lebih jelas, berikut ulasannya untuk Anda:
Jakarta
Menurut ERA Indonesia, ruang pertumbuhan properti hunian di Jakarta Timur bakal lebih tinggi ketimbang empat wilayah Jakarta lain. Harga hunian di Jakarta Timur juga belum setinggi Bekasi, Jawa Barat. Sebagai gambaran, harga apartemen di Bekasi saat ini Rp 18 juta–Rp 20 juta per meter persegi (m²).
Sementara di Jakarta Timur Rp 12 juta–Rp 14 juta per m². "Kenaikan harga di Bekasi menunggu Jakarta Timur, kalau Jakarta Timur sudah naik, baru harga di Bekasi bisa ikut naik," beber Darmadi.
Cushman & Wakefield menyoroti, pasar properti ritel di ibukota berpotensi tumbuh 9%. Harga sewanya juga dua kali lipat lebih tinggi ketimbang di Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Debotabek).
Untuk properti jenis hotel, Cushman & Wakefield menilai, hotel bintang tiga dan empat lebih berkembang. Alasan mereka, permintaan aktivitas pertemuan dan konferensi atau MICE akan meningkat.
Debotabek
Pengembangan akses jalan seperti jalan tol, kereta commuter line dan light rail transit (LRT) membikin wilayah Debotabek mencuri perhatian pengembang. Pemanis lain: harga rumah tapak kian mencekik di Jakarta.
Pengembangan proyek hunian di Debotabek bahkan makin banyak ke arah kondominium. Beberapa daerah yang diproyeksi bersinar yakni Depok, Cibubur, Ciracas, Bekasi Barat dan Cikarang. "Akhirnya kita akan lebih banyak melihat pengembangan properti dengan konsep transit oriented development (TOD)," beber Arief kepada KONTAN, Rabu (9/12).
ERA Indonesia memprediksi, properti segmen menengah bakal menjadi primadona. Harga jual kategori ini yakni Rp 300 juta–Rp 400 juta. Dus, daerah penyangga Jakarta Debotabek masih akan laris manis.
Bagi pengembang, properti segmen menengah bisa menjadi variabel untuk mengetes kesiapan pasar. Kalau pasar menyerap properti seharga Rp 300 juta–Rp 400 juta tadi, kemungkinan besar pasar pasar juga mampu menyerap properti seharga Rp 500 miliar - Rp 1 miliar.
Luar Debotabek
Pasar properti juga berpotensi menggeliat di luar Jakarta dan Debotabek. Namun, pertumbuhannya juga tak agresif. Dalam analisa ERA Indonesia, pertumbuhan properti di Surabaya, Jawa Timur bakal kalem di 2016. Demikian pula dengan prospek kondomonium hotel (kondotel) di Bali.
Sementara pasar Makassar, Sulawesi Selatan justru diprediksi lebih atraktif pada tahun 2015. "Tapi karena sudah tumbuh luar biasa tahun ini, ini justru menyimpan bom waktu satu atau dua tahun ke depan terjadi stagnasi," ujar Darmadi.
Sementara prospek properti dua kota lain, yakni Yogyakarta dan Semarang, Jawa Tengah, tak akan mengagumkan. Namun, kedua kota itu masih lebih baik ketimbang kota-kota di Sumatera dan Kalimantan. Kejadian kabut asap berdampak negatif bagi prospek properti di dua pulau tersebut.
Khusus bagi konsumen, General Manager PT All Property Media (Rumah.com) Wasudewan menyarankan agar konsumen mempertimbangkan kondisi lingkungan. "Pastikan membeli rumah yang tepat untuk 10 tahun atau 20 tahun ke depan karena barangkali anak akan kita didik di sana," saran dia, saat berkunjung ke kantor redaksi KONTAN, Senin (14/12).
ERA Indonesia menyarankan konsumen menilik rumah seken, bukan rumah baru. Pertimbanganya, rentang harga beli rumah seken 10%-20% lebih murah ketimbang rumah primary alias rumah anyar.
Kini keputusan di tangan Anda. Siap belanja properti tahun depan?
Anastasia Lilin Yuliantina
Reporter Anastasia Lilin Y
Editor Havid Vebri
Editor Havid Vebri
TIP INVESTASI PROPERTI 2016
SUMBER : http://industri.kontan.co.id/news/investasi-properti-amati-arah-pendulum-semester-i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar