Sabtu, 20 Februari 2016

Kewenangan Mahkamah Konstitusi


Sesuai ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, mmutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil perselisihan hasil pemilihan umum, selain itu pasal 24 ayat (2) menambahkan pula bahwa Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden  dan atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar[52]. Kewajiban ini secara timbak balik  juga berisi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perkara yang dimaksud, sehingga dapat dikatakan Bahwa Mahkamah konstiutsi Memiliki lima bidang kewenangan peradilan yaitu:[53]
1.       Peradilan dalam rangka pengujian konstitusionalitas Undang-Undang.
2.       Peradilan sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara,
3.       Peradilan perselisihan hasil pemilihan umum,
4.       Peradilan pembubaran partai politik
5.       Peradilan atas pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar

Dalam menjalankan kewenangannya, Mahkamah Konstitusi memiliki kemerdekaan  yudisial. Secara kelembagaan, Mahkamah Konstitusi adalah merdeka dari campur tangan kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Hal itu ditunjukkan dengan aturan yang menentukan, bahwa organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi[54]. Ketentuan itu lebih tegas lagi dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, bahwa Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. Dalam penjelasannya, ketentuan Pasal 12 tersebut dimaksudkan untuk menjamin kemandirian dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi dalam mengatur organisasi, personalia, administrasi dan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.[55]
Ketentuan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tersebut menunjukkan, bahwa kemerdekaan yudisial yang dimiliki Mahkamah Konstitusi dilaksanakan tidak terpisah dari  akuntabilitas yudisial. Kemerdekaan institusional Mahkamah Konstitusi tidak semata-mata untuk tujuan kemerdekaan itu sendiri, tetapi menjadi instrumen untuk menjamin kredibilitas Mahkamah Konstitusi di depan publik.[56]
Pada saat sekarang ini terdapat satu hal yang masih jadi perdebatan terhadap kewenangan  mahkamah konstitusi, menurut pendapat para sarjana Mahkamah Konstitusi  seharusnya dapat menampung pengaduan konstitusional (constitutional complaint) atas pelanggaran hak-hak konstitutional warga negara karena sesungguhnya telah  memiliki dasar hukum yang cukup berdasarkan prinsip-prinsip konstitusi yang terdapat dalam UUD 1945.[57]
Pan Mohamad Faiz mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Genhard Dannemann dalam bukunya  “Constitutional Complaints: The European Perspective” menyimpulkan bahwa kewenangan constitutional complaint yang sebelumnya hanya dimiliki oleh beberapa negara Eropa, kini sudah berkembang pesat dan telah diadopsi hampir di seluruh negara-negara Eropa Tengah dan Timur. Salah  satu  Mahkamah Konstitusi yang pertama kali menerapkan dan mengembangkan kewenangan constitutional complaint adalah Mahkamah Konstitusi  Federal  Jerman (Bundesverfassungsgerichts). Kewenangan yang didasari pada Pasal 93 ayat (1) butir 42 Grundgesetz Bundersrepublik Deutchland tersebut, menurut Jutta Limbach, merupakan kewenangan terpenting yang kini  dimilki oleh Bundesverfassungsgerichts, dimana hingga saat ini lebih dari 146.539 permohonan telah diperiksa oleh Bundesverfassungsgerichts dan 141.023 diantaranya adalah permohonan mengenai constitutional complaint.
Lebih lanjut ia memberikan contoh kasus constitutional complaint yang cukup terkenal di Jerman yaitu mengenai tuntutan soal larangan penyembelihan hewan karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Tentang Perlindungan Hewan. Masyarakat muslim Jerman yang merasa berkeberatan mengajukan hal ini ke Bundesverfassungsgerichts karena dinilai bertentangan dengan kebebasan menjalankan agama. Sebab, ajaran Islam justru mewajibkan hewan disembelih terlebih dulu sebelum halal dimakan. Mahkamah Konstitusi Federal Jerman mengabulkan tuntutan itu dengan alasan  kebebasan beragama adalah sebuah soal yang diatur dalam konstitusi, sedangkan larangan penyembelihan hewan hanya berada  pada  wilayah ketentuan di bawah Undang-Undang dasar.
Jika instrumen ini telah nyata menjadi salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi , maka dapat di prediksi bahwa Mahkamah akan kebanjiran  permohonan mengenai constitutional complaint, sebab hingga saat ini disinyalir begitu banyak hasil warisan kebijakan publik yang dianggap telah melangkahi basic rights warga negara Indonesia. Menjadi pertanyaan sekarang adalah mungkinkah di masa yang akan datang kita dapat menuai hasil constitutional complaint? Jawabannya akan ditentukan dari sejauh mana para pemimpin bangsa ini mampu memaknai seberapa urgent dan pentingnya kewajiban negara dalam melindungi basic rights setiap warga negaranya sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar