Sabtu, 20 Februari 2016

Pemilukada

Jimly Ashiddiqie mengatakan bahwa Pemilukada yang pelaksanaannya didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menurut ketentuan dalam Undang-Undang ini, pemilihan kepala daerah tidak termasuk dalam kategori pemilihan umum. sehingga rezim hukumnya tidak dikaitkan dengan ketentuan pasal 22E UUD 1945 yang mengatur mengenai pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum,[71] melainkan semata-mata dikaitkan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang mengatur tentang Gubernur, Bupati, dan Walikota masing­masing sebagai kepala  pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini diperkuat oleh pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072-073/PUU-II/2004  tertanggal 21 Maret 2005.[72] yang menyatakan Pilkada  langsung tidak termasuk dalam kategori pemilihan umum. Hal ini mungkin dapat di pahami mengapa Mahakamah Konstitusi menyatakan hal yang demikian. Namun apabila mencermati  kembali pendapat Jimly Ashiddiqie tersebut yang menjelaskan tentang rezim hukum Pemilukada, lebih lanjut ia menambahkan bahwa permasalahan tersebut diserahkan kepada legal police pembentuk Undang-Undang yang menentukan apakah Pemilukada merupakan bagian dari Pemilu sehingga rezim hukumnya dikaitkan dengan ketentuan pasal 22E UUD 1945 atau tetap tunduk pada ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang mengatur mengenai pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Hal yang sama juga menjadi poin penting dalam putusan Mahkamah konstitusi itu sendiri.
Terhadap rezim hukum Pemilukada yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi diserahkan kepada legal police yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Pada perkembangannya, permasalahan tersebut sudah menemukan jawaban, terutama setelah ditetapkannya Undang-Undang No, 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilu. Permasalahan  tersebut terjawab sudah. berdasarkan Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang No, 22 Tahun 2007 menyebutkan:
 “Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini sepertinya menegaskan sekaligus menjawab permasalahan tentang legal police Pemilukada. Ia metepkan bahwa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti legal police telah menentukan Pemilukada merupakan bahagian dari Pemilu dan bahwa pelaksanaan penyelenggaraannya selain tunduk pada ketentuan dalam konstitusi  Pasal 18  UUD 1945 yang mengatur tentang pemerintahan daerah merupakan dasar konstitusional pembentukan Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan penyelenggaraan Pemilukada dalam Negara Kesatuaan Republik Indonesia. Juga harus tunduk terhadap ketentuan Pasal 22E UUD 1945 adalah pasal yang mengatur tentang Pemilihan Umum yang didalamnya menjelaskan tentang pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum.
Selain permasalahan tersebut diatas dalam pelaksanaan Pemilukada masih trdapat masalah lain, pelaksanaan Pemilukada sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Pasal 56 ayat 1 menyebutkan bahwa:
“ Kepala daerah dan  wakil  kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”[73]

Proses pelaksanaan Pemilukada itu sendiri masih mengandung penafsiran yang berbeda bagi sebagian ahli hukum, misalnya Frasa “dipilih secara demokratis” mengisyaratkan bahwa proses pemilihan kepala daerah dengan sistem perwakilan (melalui institusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dikenal dengan istilah DPRD) yang berlangsung sebelum amandemen UUD 1945 masih sangat jauh dari demokratis.[74]
Menurut Jimly Asshiddiqie[75] perkataan ‘dipilih secara demokratis’ bersifat luwes, sehingga mencakup pengertian pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ataupun oleh DPRD seperti yang pada umumnya pernah dipraktekkan di daerah-daerah berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Lebih jauh Jimly Asshiddiqie mengatakan;
“Bahkan, sesuai perkembangan taraf demokrasi di berbagai daerah, berdasarkan ketentuan ayat ini, terbuka peluang untuk menentukan pemilihan kepala pemerintahan di daerah-daerah diadakan secara langsung oleh rakyat.”[76]

Meskipun hasil perubahan UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebut pemilihan langsung oleh rakyat, kehadiran Pasal 62 ayat (1) huruf d dan Pasal 78 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD[77] mengharuskan dilakukannya Pemilukada secara langsung. Keharusan itu muncul karena DPRD tidak diberikan kewenangan lagi untuk memilih kepala daerah. Dalam proses pemilihan kepala daerah, Undang-Undang 22 Tahun 2003 hanya memberikan peran minimal kepada DPRD yaitu sebatas mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Menurut S.H. Sarundajang[78], perubahan-perubahan ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah itu merupakan konsekuensi dari tuntutan demokratisasi yang tentunya akan berpengaruh pada kegiatan pemerintahan di tingkat lokal (local government). Diakui bahwa sejak lama rakyat telah menghendaki Pemilukada dilakukan secara langsung.
Dengan perubahan itu, pada dasarnya Pemilukada secara langsung merupakan kelanjutan dari institutional arrangement menuju demokrasi, khususnya bagi peningkatan demokrasi di daerah. Bagaimanapun, pemimpin yang terpilih melalui proses pemilihan langsung akan mendapat mandate dan dukungan yang lebih riil dari rakyat sebagai wujud kontrak sosial antara pemilih dengan tokoh yang dipilih. Karenanya kemauan orang-orang yang memilih (volonte generale) akan menjadi pegangan bagi pemimpin dalam melaksanakan kekuasaannya.[79]
Persoalannya adalah, rumusan dalam UUD 1945 masih dapat ditafsirkan sesuai dengan atmotsfir kekuasaan yang dijalani oleh pemerintahan yang berkuasa. Dengan kata lain, makna “dipilih secara demokratis” dapat saja ditafsirkan sebagai bentuk pemilihan secara tak langsung seperti apa yang dipraktekan selama pembelakukan Undang-Undang tentang pemerintahan daerah sebelum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Disamping itu, patut juga dikembangkan pola baru agar proses Pemilukada tidak diserahkan “bulat-bulat” kepada partai politik untuk melakukan rekrumen bakal calon dan menetapkan bakal calon terpilih. Perlu dipikirkan mekanisme baru guna menjamin keberadaan kandidat independen mendapat tepat pada proses pemilihan. Tentunya dengan membuka kemungkinan tersebut yang lebih terjamin di tingkat konstitusi.
UUD 1945 tidak memberikan batasan bahwa  calon kepala daerah mesti berasal dari partai politik. Hal ini berbeda dengan pemilihan presiden dan wakil presiden.[80] Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dijabarkan dalam  Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004. Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004 menyatakan bahwa calon kepala daerah hanya dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pasal ini kemudian dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi dalam sidang pengucapan putusan perkara Nomor 5/PUU-V/2007 pada hari Senin ttanggal 23 Juli 2007 yang diajukan Lalu Ranggalawe anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah.[81]
Ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang Nomor 32 Tahun 2004 sendiri pada perkembangannya telah banyak mengalami perubahan, hal ini terjadi karena adanya beberapa perubahan  terhadap Undang-Undang tersebut dan  permohonan Judicial Reviuw terhadap Undang-Undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, diantaranya selain diperkenankannya calon independent maju sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, perubahan juga terjadi terhadap ketentuan mengenai pertanggungjawaban KPUD dalam menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah kepada DPRD.[82]  Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2005 atas Perkara No 072-073/PUU-II/2004 dan Perkara No 055/PUU-III/2005, ketentuan ini berubah menjadi “Pemilihan kepala daeran dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD” saja.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menghartuskan dilakukannya beberapa perubahan dalam substansi pasal-pasal dan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tersebut, diantara perubahan tersebut adalah tentang syarat-syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat:[83]
a.       Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.      Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta  Pemerintah;
c.       Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d.      Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
e.      Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f.        Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g.       Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h.      Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i.         Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j.        Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara.
k.       Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l.         Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
m.    memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
n.      Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;
o.      Belum pernah menjabat sebagai  kepala daerah atau  wakil  kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan
p.      Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.

Setelah perubahan kedua terhadap Undang-Undang Pemerintahan Dearah menjadi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008, Ketentuan Pasal 58 huruf d dan huruf f diubah, huruf 1 dihapus serta ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf q, sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut[84]:
Calon  kepala  daerah  dan  wakil  kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
a.       bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.      Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c.       Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d.      Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota;
e.      Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f.        Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
g.       Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h.      Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i.         Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j.        Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
k.       Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l.         Dihapus;
m.    Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
n.      Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;
o.      Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selarna 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
p.      Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan
q.      Mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya
 
 Apabila kita melihat sejarah pelaksanaan pemilihan kepala daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, terlepas dari permasalahan yang ada sampai dengan saat sekarang ini dengan timbulnya berbagai konflik pasca pelaksanaan Pemilukada serta pelaksanaannya yang dinilai oleh sebagian kalangan menghabiskan anggaran dana yang sangat besar dan berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Hal ini didukung pula oleh fakta bahwa tidak semua daerah mempunyai tingkat pendapatan daerahnya mampu membiayai pelaksanaan Pemilukada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar